Selasa, 26 September 2017

Shin Hae Chul – Don’t Be Sad (슬픈 표정 하지 말아요)

In the short moments that we live in this world
How sad do we get for each other?
If I look back, we came a long way
You look a bit thin
My heart was aching as I walked through the rain
How much more do we have to hurt for our wish to come true?
Don’t make that kind of sad face
I won’t give up
You don’t have any regrets about us either
Even if we walk a hard and dangerous road
I love you
You look a bit thin
My heart was aching as I walked through the rain
How much more do we have to hurt for our wish to come true?
Don’t make that kind of sad face
I won’t give up
You don’t have any regrets about us either
Even if we walk a hard and dangerous road
I love you

Sabtu, 06 Mei 2017


Namanya adalah Husniannur, biasa dipanggil Nanunk. Usianya dua tahun diatas saya, berperawakan kurus seperti saya, menggemari musik yang sama dengan saya, dan lagi lagi mencintai klub sepak bola yang sama seperti saya.
Mengenang Nanunk telah menjadi ritual saya di bulan Mei semenjak 5 tahun terakhir. Saya yakin bukan hanya saya, bagi orang yang mengenalnya, Nanunk adalah teman, sahabat, kakak yang sosoknya membekas bagi banyak orang.

Saya ingat betul, pertama kali saya melihatnya adalah di lingkungan SMA. Santri perantau dengan logat khas Kalimantan. Selalu berpakaian rapi menuju sekolah sembari mengapit sebuah binder. Pribadinya yang santai membuat semua orang mudah akrab dengannya. Kami yang sudah tahu betul Nanunk, tidak perlu bingung mencarinya apabila dia bolos sekolah/ngaji. Dengan mudah dia dapat ditemukan di sebuah warung kopi (Mak Tus-red), disana dia akan duduk menyendiri sembari menulis sebuah puisi atau sekedar ngrobrol dengan pemilik warung. Unik, namun itulah dia. Pecinta kopi, tipikal orang yang bersedia duduk berjam-jam di warung kopi demi sebuah inspirasi. Hingga kuliah pun, ketika saya berkunjung ke Malang (kota dimana dia kuliah) Nanunk akan tetap mudah di temukan di dua tempat. Yakni warung kopi atau warnet tempat dia mendownload film.


Bicara tentang Nanunk, tak lengkap rasanya apabila tidak mengulas kecintaannya terhadap pendakian gunung. Saya masih ingat tahun 2008, kami berdua mendaki Gunung Merbabu berangkat dari Malang. Meskipun berperawakan kurus, namun dia tidak pernah terlihat capek ataupun mengeluh saat mendaki. Dalam perjalanan naik kami bercerita banyak hal tentang filosofi, hidup, maupun soal asmara. Dia selalu mengatakan bahwa saya adalah playboy :) tentu saja saya menampik. Bagi saya, bercerita dengan Nanunk adalah bagaikan bercerita kepada kakak sekaligus adik. Sesekali dia mengunjungi saya di Jakarta. Menurutnya, kawasan tempat saya tinggal (senayan) merupakan kawasan yang seram di siang hari namun indah waktu malam hari (dengan gemerlapnya gedung yang menjulang). Hampir setiap kali kami berbicara atau sekedar berhubungan lewat medsos selalu mebicarakan soal asmara. Lebih sering dia meledek saya dengan kalimat playboynya, namun bagi saya itu adalah kepeduliannya kepada saya sebagai kakak sekaligus sahabat.

Pertemuan terakhir kami adalah di Malang, ketika itu dia sudah bekerja di Kalimantan. Namun ia tetap rutin pergi ke pesantren untuk sekedar berdoa atau mengunjungi guru/kenalannya. Dia tidak lagi telihat kurus, bagi saya dia telah menemukan apa yang hilang dari bagian hidupnya. Dia sempat berpesan kepada saya untuk tidak konsumtif dan menghargai sekecil apapun hasil keringat kita.
Itulah pertemuan terakhir kami, selebihnya saya hanya mendengar bahwa dia akan segera menikah.

Namun takdir berkata lain, Allah Maha Tau dan Allah yang berkehendak. Sahabat itu telah berpulang, kecelakaan mobil di pulau seberang. Saya dan teman yang lain tentu saja kaget. Tapi setidaknya kami tahu, Nanunk telah berubah semenjak kepulangannya. Menjadi lebih baik semoga.

Tulisan ini hanyalah sebuah pelepas rindu untuk sahabat sekaligus kakak. Apabila ada teman yang merasa kurang berkenan, mohon maafkanlah. Untuk Nanunk, semoga engkau berpulang dengan keadaan yang ikhlas dan lega. Bernyanyi disana bersama bidadari surga, melantukan bella luna. Atau apalah lagu yang kamu suka.

And even if somebody could have shown you the place you wanted,
Well, I'm sure you could have made it that bit better on your own,
You are the only ones who know


Dari sahabatmu yang rindu








Rabu, 05 Oktober 2016

Dazzled by the night

Dazzled by the night's mortal lights
With cars driving close by me and my pupils thin as pins
I waited for you 100 years long in the black-and-white streets
You came over, whistling
Dazzled by the night's mortal lights
Kicking the cans on the ground, as lost as a ship
If I lost my mind, I loved you and even worse
You came over, whistling
Dazzled by the night's mortal lights
Will you love life at last, or just watch it pass by?
There's almost nothing left of our nights of smoking
But your ashes in the morning
At this subway station, full of life and dizziness
At the next top, called Petit Européen
Run your hand all the way down my chest
Dazzled by the night's mortal lights
A last lap, stretching out my hand
I waited for you 100 years long in the black-and-white streets

Minggu, 29 Mei 2016

......

Kabarmu yang semakin menghilang
Menjauh sayup sayup memudar

Barisan memori yang menolak pergi
Harapan yang terasa akan mati

Apakah engkau bahagia?apakah laramu tersirna?
Sudahkah kau dekap mimpimu? hilangkah semua gundahmu?

Hati bertahan, membatu, menolak pergi
Masih kucinta dirimu, meski kau tak bisa, akupun juga

Tetap kutunggu kabar darimu, semoga
Bila rasa telah tiada biarkan doa yang kan menyertaimu
Membawamu pulang atau sekedar melepasmu dengan lapang

Karena rasa akan selamanya, begitupun doa
Aku bahagia untukmu, disana

Jumat, 21 November 2014

Sisa-sisa keikhlasan yang tak diikhlaskan (cerpen)

Hari itu terasa berbeda, pertemuan kita yang pertama setelah delapan tahun tak berjumpa. Engkau yang telah memburamkan masa lalu, dan aku yang tertatih-tatih meraba masa depan. Hari itu di tempat yang sama kita pertama kali bertegur sapa. Engkau sedikit takut memandangkan muka, mungkin takut aku telah menjadi manusia berbeda. Aku sendiri sedikit ragu, apakah engkau benar-benar mencoba mengikhlaskan masa lalu dengan menghapusnya. Delapan tahun lalu, kita bukan siapa-siapa. Hingga kinipun masih sama.

Tahukah engkau aku masih mengingat setiap detailnya. Langkahmu, cara bicaramu, bahkan rona senyummu masih terlihat sama. Aku tahu sedikit banyak kita telah berbeda, lihatlah dirimu sekarang. Engkau telah berubah menjadi wanita lembut yang penuh pesona. Berkali kali kau mengangkat telepon genggammu. Berkali-kali pula engkau meminta maaf padaku atas telepon-telepon itu. Aku paham, sedikitpun aku tidak merasa terganggu. Jauh-jauh hari sudah kupersiapkan diriku untuk pertemuan kecil ini, kumatikan teleponku. Atau mungkin hanya aku yang merasa bahwa tempat ini yang paling memberikanku kenyamanan. Aku tahu engkaupun sama, hanya saja kamu terlalu baik untuk mengabaikan panggilan-panggilan itu.

Betapa mulutku terasa kelu, terkunci rapat untuk mengutarakan beberapa hal. Sesungguhnya aku ingin bercerita, tentang diriku yang menyedihkan. Aku yang sekarang adalah orang yang mencoba mencoba mimpi-mimpi orang lain. Aku yang sekarang belum mempunyai kekuatan untuk mengejar mimpi-mimpi pribadiku. Aku ingin bercerita bahwa aku jatuh berkali-kali, aku ingin berbagi. Kita istirahat sembari terduduk di koperasi sekolah kita yang baru. Kulihat caramu berinteraksi, kulihat caramu mengartikulasi keadaan. Hingga akupun menjadi takut, takut mencintai adalah hal yang paling menyedihkan. Tahukah kamu dua hal yang tidak bisa dihindari manusia? kematian dan jatuh cinta. Kemungkinan besar aku sedang mengalami yang kedua. Tolong jangan disalah artikan, aku tidak takut bertepuk sebelah tangan atau kau menolakku terang-terangan. Yang lebih aku takutkan adalah realita kedepan, fakta yang hanya bisa disembuhkan waktu. Kenyataan.

Beberapa bulan berlalu, tak lagi kulihat namamu di jajaran telepon genggamku. Aku tak tahu mengapa, entah engkau sedang sibuk-sibuknya. Atau mungkin memang engkau yang menghindariku. Sekali lagi aku sadar, namun masih belum mengerti. Mungkin kita adalah sisa-sisa mozaik waktu yang menunggu untuk diuraikan. Mungkin juga kita adalah setitik hujan yang bersatu ketika air tergenang dilautan. Ataukah mungkin hanya aku? kemungkinan seperti itu. Aku adalah sisa-sisa keikhlasan yang tak diikhlaskan.