Tampilkan postingan dengan label another night II. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label another night II. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Mei 2009

23:48
On the night like this
There’s so many things I wanna show you
Mocca-On the night like this

Dulu di kota ini kita berjumpa. Ada perasaan haru yang datang. Sebongkah cinta yang telah lama kupendam. Kita tak saling berpandang mata. Tidak juga berjabat tangan. Tapi aku tahu, kau juga telah lama menanti kedatanganku. Itu dapat terbaca oleh mataku. Kau cantik. Di taman ini aku menghitung setiap detik yang kita lalui hanya dengan berdiam. Empat puluh dua detik. Andai kau tahu betapa aku ingin menanyakan kabarmu selama ini. Sudahkah kau menemukan yang engkau cari-cari di kota impianmu ini. Sayang waktu terasa begitu cepat hingga aku harus mengantarmu pulang.
Dua tahun berselang.Malam ini aku kembali ke kotamu. Dalam suasana yang berbeda, dengan sikap yang berbeda pula. Sengaja aku tidak memberimu kabar kedatanganku. Karena aku tahu, engkau telah menemukan apa yang engkau cari di kota ini. Masihkah kau ingat ketika ban kita bocor di tengah jalan?kau menghiburku agar senantiasa tidak bosan. Atau ingatkah ketika kita berhenti sejenak mengamati langit malam?itulah kita berdua, sang pengamat kehidupan.
Tidak ada yang kusesalkan dalam perkenalanmu di kehidupanku. Karena disini kotamu selalu menemaniku. Hingga nanti bila resah datang kembali. Ijinkan aku kembali kesini menawarkan semua kegelisahanku. Bukan untuk menyesalkanmu, tapi hanya untuk mengumpulkan kepingan-kepingan kenangan. Hingga bila nanti saatnya tiba, aku bisa menyusun kepingan-kepingan itu menjadi mozaik kehidupan yang bisa kutunjukkan kepadamu. Mozaik yang bisa mebuatku berani tersenyum dihadapanmu kelak.

Mendewasakan Pemuda Indonesia

Seven Social Sins:

· Politics without principle

· Wealth without work

· Pleasure without conscience

· Knowledge without character

· Commerce without morality

· Science without humanity

· Worship without sacrifice

(Mahatma Gandhi)

Akhir-akhir ini saya begitu berminat terhadap dinamika kehidupan tanah air ini. Kedua orang tua saya pun terheran-heran ketika saya mulai membaca dan berdialog tentang segala hal yang berbau politik. Mereka tahu betul, anaknya adalah remaja yang lebih suka naik gunung daripada mengikuti acara debat maupun seminar tentang politik, lebih menikmati national geographic ketimbang tempo, ataupun bermain play station daripada bermain catur. Saya hanya berkata kepada mereka bahwa saya sudah seharusnya tahu apa yang harus saya ketahui, saya adalah satu dari jutaan pemuda yang kelak akan membawa kemana arah perjuangan bangsa ini. Dan inilah yang ingin saya share ke teman-teman saya sekalian pemuda masa depan.

Maaf baru saya jelaskan, seven social sins (tujuh dosa sosial) adalah kata-kata mutiara yang diukir diatas batu di depan makam Mahatma Gandhi. Banyak yang bisa kita cermati dari kata-kata diatas, meskipun singkat tapi sangat mewakili kedalaman artinya. Kata pertama yang muncul adalah politik, mungkin sebagian dari kita sangat terganggu dan risih ketika mendengar kata politik (seperti saya dulu.haha). Beberapa waktu lalu negara kita telah melakukan pemilu legislatif, memang dari kaca mata saya pemilu kali ini bisa dikatakan kurang sukses. Banyak terjadi pelanggaran, mulai dari atribut patai politik, daftar pemilih tetap, hingga proses pencoblosan yang menuai banyak kontroversi. Banyak pihak yang merasa dirugikan oleh kejadian ini, memang betul itu. Namun ketika hasil pemilu keluar, banyak pihak yang tidak “legowo” menerima hasil perhitungan. Saya rasa beberapa kerabat saya pun mengalami hal yang serupa. Sangat disayangkan ketika beberapa pimpinan parpol (yang mungkin juga kandidat capres) menggunakan kekuatan legitimasi beberapa parpol yang menyatakan bahwa pemilu kali ini adalah pemilu terburuk setelah reformasi. Saya hanya ingin berkomentar bahwa tindakan demikian adalah tindakan yang akan menjatuhkan kredibilitas anda sendiri. Bagaimana mungkin seorang (bahkan beberapa) calon pemimpin menghujat sebuah lembaga yang memegang kewenangan pemerintah. Hal ini patut disayangkan, apalagi ketika deklarasi tersebut malah terkesan sengaja mencari sensasi. Saya percaya, pemerintah telah berbuat semampu mereka. Banwaslu pun sudah melaporkan segala kekurangan pemilu kali ini. Apakah tindakan semacam itu harus dilakukan sebelum dilakukan pengkajian yang lebih dalam?Jangan jatuhkan harga diri anda dan pendukung anda, Jangan ajarkan rakyat rasa kecurigaan. Negara yang sejahtera adalah antara pemerintah dan rakyatnya saling percaya. Lakukanlah oposisi dengan sudut yang benar, rakyat menanti pendewasaan anda dan politik anda. Sehingga ketika anda bila suati saat berkuasa, kami rakyat bisa bernaung dibawahnya dengan rasa percaya dan aman.`

“True morality consist not in following the well-beaten track, but in finding out the true path for ourselves and in fearlessly following it”