Senin, 11 Mei 2009

Sebuah karya Taufiq Ismail

Isa Anshary dan DN Aidit
Di atas podium seperti akan tikam-tikaman
Konstituante bagai terbakai panasnya perdebatan
Tapi sehabis siding waktu makan siang
Merekaduduk berhadapan satu meja
Bercakap-cakap begitu wajarnya

Bung Karno dan Muhammad Natsir
Berpolemik keras di media massa
Berbeda ide nyaris bagai masyrik dan maghrib
Tapi bila berjumpa maka
Wajah cerah bagai abang dan adik saja

Desember

Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi di balik awan hitam
Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini
Menanti seperti pelangi setia menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember

Sampai nanti ketika hujan tak lagi meneteskan luka menetas luka
Sampai hujan memulihkan luka

Aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda

Minggu, 03 Mei 2009

Alone in Saturday night..

Malam ini angin Jakarta membelai saya perlahan. Menari-nari diantara gedung-gedung yang menjulang, sejuk. Tak ada yang istimewa hari ini, mungkin juga untuk besok. Semua selalu sama di sabtu malam. Mulai dari menonton dvd hingga mencuci pakaian. Sebenarnya saya bukan orang tipe stagnan, saya juga punya banyak teman dan sudah pasti saya ingin mengajak mereka jalan. Tapi tentu saja sabtu malam seperti ini bukan waktu yang tepat mengganggu orang berpasang-pasangan. Sudah ke dua belas kali ini saya menonton vertical limit. Dengan posisi yang sama dan snack yang sama. Saya hanya dapat berharap agar dapat segera tidur dan bangun di minggu tenang. Atau mungkin ketika bintang jatuh saya harus memohon,”Tuhan, tolong hapuskan minggu malam dalam kehidupan umat manusia”?. Haha.Sungguh tak adil rasanya mungkin bagi kalian. Tapi percayalah sedikit renungan di kala sabtu malam itu perlu. Bersyukurlah bagi kalian yang memiliki orang yang selalu menunggu kalian. Setidaknya ada orang yang memikirkan kalian. Yeap,kalian adalah kalian. Meski saya tak seberuntung kalian, tapi saya bahagia dalam kehidupan saya. Karena saya sendiri tidak untuk selamanya. Yes, I am alone, but not loneliness.

Jumat, 01 Mei 2009

Si Ikal

21:37
Kali ini saya akan bercerita. Sedikit memalukan sebenarnya (yang penting cerita!). Hal ini bermula ketika rambut saya yang belakangan menjadi buah bibir di kalangan kampus. Perlu diketahui sebelumnya, bahwa rambut saya ikal (bukan keriting)dan selalu saya keramas tiap dua hari sekali, meski kadang kudu minta ke tetangga. Untuk gampangnya sebut saja rambut saya sebagai “si ikal”. Saat ini si ikal sedang dalam situasi krisis yang mengkhawatirkan. Pertama warna indahnya yang dulu hitam kini mulai nampak kemerahan. Saya tidak tahu apakah ini efek gel yang dulu saya sering gunakan. Rudi hadisuwarno pernah menyarankan untuk memakai orang-aring. Hanya saja si ikal tidak suka baunya, begitu juga saya. Mungkin juga akibat hiking berlebihan tanpa penutup kepala. Namun hal yang lebih tragis adalah tekstur si ikal yang hampir mirip kawat. Kaku-kaku gimana gitu. Menyedihkan.
Mungkin anda menganggap saya jorok atau kurang perawatan. Namun percayalah, saya selalu menyayangi si ikal. Inilah yang menjadi permasalahan kedua. Kebetulan saat ini saya sedang bersiap-siap mengadakan acara resmi. Dalam acara ini, saya semestinya mendapat giliran memberi sambutan. Saya tahu, sebagai mahasiswa yang berdedikasi, saya semestinya berpenampilan rapi. Dari sini mulai banyak muncul kaum oposisi yang menentang keberadaan si ikal. Mulai dari ibu saya yang bersedia masak ayam balado setiap hari jika saya mau mencukur si ikal. Perlu diketahui, ibu saya adalah pengagum Sebastian Veron, itu artinya saya harus botak (malangnya dikau ikal T_T). Lalu dari Om Syarif. Kaprodi saya. Beliau mengancam akan memboikot laboratorium jika saya tidak merapikan rambut saya. Jika hal ini terjadi, jelaslah sudah blog ini tidak akan lagi eksis di dunia maya.
Kini saya hanya dapat berharap ada pihak-pihak yang membela hak-hak si ikal. Mengerti akan berharganya si ikal dalam kehidupan saya. Saya tahu, saya akan semakin dijauhi kaum gadis sembari menutup hidung dan memandang sinis terhadap kami berdua. Tapi yang jelas saya merasa nyaman dengan kondisi ini. Atau mungkin anda dapat member solusi yang jitu untuk kami berdua?
23:48
On the night like this
There’s so many things I wanna show you
Mocca-On the night like this

Dulu di kota ini kita berjumpa. Ada perasaan haru yang datang. Sebongkah cinta yang telah lama kupendam. Kita tak saling berpandang mata. Tidak juga berjabat tangan. Tapi aku tahu, kau juga telah lama menanti kedatanganku. Itu dapat terbaca oleh mataku. Kau cantik. Di taman ini aku menghitung setiap detik yang kita lalui hanya dengan berdiam. Empat puluh dua detik. Andai kau tahu betapa aku ingin menanyakan kabarmu selama ini. Sudahkah kau menemukan yang engkau cari-cari di kota impianmu ini. Sayang waktu terasa begitu cepat hingga aku harus mengantarmu pulang.
Dua tahun berselang.Malam ini aku kembali ke kotamu. Dalam suasana yang berbeda, dengan sikap yang berbeda pula. Sengaja aku tidak memberimu kabar kedatanganku. Karena aku tahu, engkau telah menemukan apa yang engkau cari di kota ini. Masihkah kau ingat ketika ban kita bocor di tengah jalan?kau menghiburku agar senantiasa tidak bosan. Atau ingatkah ketika kita berhenti sejenak mengamati langit malam?itulah kita berdua, sang pengamat kehidupan.
Tidak ada yang kusesalkan dalam perkenalanmu di kehidupanku. Karena disini kotamu selalu menemaniku. Hingga nanti bila resah datang kembali. Ijinkan aku kembali kesini menawarkan semua kegelisahanku. Bukan untuk menyesalkanmu, tapi hanya untuk mengumpulkan kepingan-kepingan kenangan. Hingga bila nanti saatnya tiba, aku bisa menyusun kepingan-kepingan itu menjadi mozaik kehidupan yang bisa kutunjukkan kepadamu. Mozaik yang bisa mebuatku berani tersenyum dihadapanmu kelak.

Mendewasakan Pemuda Indonesia

Seven Social Sins:

· Politics without principle

· Wealth without work

· Pleasure without conscience

· Knowledge without character

· Commerce without morality

· Science without humanity

· Worship without sacrifice

(Mahatma Gandhi)

Akhir-akhir ini saya begitu berminat terhadap dinamika kehidupan tanah air ini. Kedua orang tua saya pun terheran-heran ketika saya mulai membaca dan berdialog tentang segala hal yang berbau politik. Mereka tahu betul, anaknya adalah remaja yang lebih suka naik gunung daripada mengikuti acara debat maupun seminar tentang politik, lebih menikmati national geographic ketimbang tempo, ataupun bermain play station daripada bermain catur. Saya hanya berkata kepada mereka bahwa saya sudah seharusnya tahu apa yang harus saya ketahui, saya adalah satu dari jutaan pemuda yang kelak akan membawa kemana arah perjuangan bangsa ini. Dan inilah yang ingin saya share ke teman-teman saya sekalian pemuda masa depan.

Maaf baru saya jelaskan, seven social sins (tujuh dosa sosial) adalah kata-kata mutiara yang diukir diatas batu di depan makam Mahatma Gandhi. Banyak yang bisa kita cermati dari kata-kata diatas, meskipun singkat tapi sangat mewakili kedalaman artinya. Kata pertama yang muncul adalah politik, mungkin sebagian dari kita sangat terganggu dan risih ketika mendengar kata politik (seperti saya dulu.haha). Beberapa waktu lalu negara kita telah melakukan pemilu legislatif, memang dari kaca mata saya pemilu kali ini bisa dikatakan kurang sukses. Banyak terjadi pelanggaran, mulai dari atribut patai politik, daftar pemilih tetap, hingga proses pencoblosan yang menuai banyak kontroversi. Banyak pihak yang merasa dirugikan oleh kejadian ini, memang betul itu. Namun ketika hasil pemilu keluar, banyak pihak yang tidak “legowo” menerima hasil perhitungan. Saya rasa beberapa kerabat saya pun mengalami hal yang serupa. Sangat disayangkan ketika beberapa pimpinan parpol (yang mungkin juga kandidat capres) menggunakan kekuatan legitimasi beberapa parpol yang menyatakan bahwa pemilu kali ini adalah pemilu terburuk setelah reformasi. Saya hanya ingin berkomentar bahwa tindakan demikian adalah tindakan yang akan menjatuhkan kredibilitas anda sendiri. Bagaimana mungkin seorang (bahkan beberapa) calon pemimpin menghujat sebuah lembaga yang memegang kewenangan pemerintah. Hal ini patut disayangkan, apalagi ketika deklarasi tersebut malah terkesan sengaja mencari sensasi. Saya percaya, pemerintah telah berbuat semampu mereka. Banwaslu pun sudah melaporkan segala kekurangan pemilu kali ini. Apakah tindakan semacam itu harus dilakukan sebelum dilakukan pengkajian yang lebih dalam?Jangan jatuhkan harga diri anda dan pendukung anda, Jangan ajarkan rakyat rasa kecurigaan. Negara yang sejahtera adalah antara pemerintah dan rakyatnya saling percaya. Lakukanlah oposisi dengan sudut yang benar, rakyat menanti pendewasaan anda dan politik anda. Sehingga ketika anda bila suati saat berkuasa, kami rakyat bisa bernaung dibawahnya dengan rasa percaya dan aman.`

“True morality consist not in following the well-beaten track, but in finding out the true path for ourselves and in fearlessly following it”